AKD dan PPDI Trenggalek Mengeluh! Minimnya Integrasi Layanan Primer Seolah Cuma dari APBDes

Puluhan anggota Asosiasi Kepala Desa (AKD) dan Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) mengeluhkan minimnya fasilitasi dari organisasi perangkat daerah (OPD).
Puluhan anggota Asosiasi Kepala Desa (AKD) dan Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) mengeluhkan minimnya fasilitasi dari organisasi perangkat daerah (OPD).

TRENGGALEk, 3detik.com – Puluhan anggota Asosiasi Kepala Desa (AKD) dan Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) mengeluhkan minimnya fasilitasi dari organisasi perangkat daerah (OPD) lingkup Trenggalek dalam Integrasi Layanan Primer (ILP).

Keluhan itu mereka utarakan saat rapat dengar pendapat (RDP) di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Trenggalek, Kamis (27/3/2025) siang.

Bacaan Lainnya

Ketua AKD Kabupaten Trenggalek Puryono menjelaskan, ILP merupakan kegiatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang berada di tiap desa.

Namun penyelenggaraan ILP seolah cuma didukung dari pemerintahan desa (pemdes), sementara peran dari OPD belum begitu kentara.

Puryono terang-terangan membeberkan bahwa bentuk dukungan itu tak lain berupa suntikan anggaran.

Dia mengaku pemerintah desa (pemdes) rata-rata menyuntikkan anggaran bersumber anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) untuk bidang kesehatan di desa hingga ratusan juta.

“Rata-rata hampir Rp 200 juta tiap tahun tersita untuk program ILP. Apalagi fotokopinya saja dibebani Rp 10 juta, jadi sangat berat,” ucapnya.

Padahal dari perspektifnya, ILP seharusnya perpanjangan tangan dari Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkesdalduk dan KB), sebab tugas dan fungsinya lebih banyak mengarah di bidang kesehatan.

“Bidang kesehatan itu semua dibebankan ke desa,” tambahnya.

Puryono berharap keluh-kesah AKP Trenggalek bisa menemukan win win solution karena cakupan ILP luas, termasuk anggaran kegiatan hingga honor untuk para kader.

“Di desa itu banyak sekali kader-kader, posyandu lansia, balita, posbindu, kesehatan remaja. Jadi semua dibebankan di desa terkait pembiayaannya dan sebagainya,” ungkapnya.***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *