SURABAYA, 3detik.com – Untuk kendaraan over dimension overload atau ODOL ketika sekali mengalami kecelakaan dapat menimbulkan korban cukup banyak. Bahkan bisa jadi langsung beruntun. Hal ini seperti kejadian laka kendaraan yang bermuatan air galon di Ngawi beberapa waktu lalu, seketika memakan korban banyak.
Oleh karena itu, dalam penindakan pihaknya sangat cukup berhati-hati. Pasalnya, dengan melakukan penindakan itu berdasarkan yang telah di sepakati. Apabila pengendara membahayakan baru bisa di tindak.
“Bila kendaraan ODOL membahayakan, baru boleh dilakukan penindakan. Tapi ketika tidak membahayakan, ya tidak kita tindak,” kata Kasubdit Penegakan Hukum (Gakkum) Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Jawa Timur, AKBP Septa Firmansyah, S.H., S.I.K., M.M., M.H., di temui di ruang kerjanya, Rabu (12/3/2025).
Lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 2006 kembali menyampaikan, bahwa mengenai penindakan tersebut belum ada tindak lanjut dari pemerintah pusat. Jadi muaranya apabila ada aturan dan kesepakatan, baru melakukan penindakan.
“Kita akan tindak di lapangan sesuai dengan aturan, tetapi kalau aturan belum di keluarkan, kita pun tidak bisa melakukan penindakan,” ungkap AKBP Septa.
Pada poin 2 (dua) menyatakan tidak ada penindakan oleh pihak Kepolisian, Dinas Perhubungan (Dishub), dan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) sepanjang tidak membahayakan pengemudi dan pengguna jalan yang lain.
Maka itu, saat ada yang membahayakan berarti dilakukan penindakan. Semisal pengendara mengalami ODOL, tapi mengemudikan dengan ugal-ugalan bisa memberikan sanksi penindakan.
“Itu banyak terjadi di wilayah-wilayah ODOL sudah banyak dilakukan penindakan. Karena mereka hanya memfikirkan diri sendiri, tetapi tidak memfikirkan dampak kepada orang lain,” paparnya.
“Kendaraan sudah mengangkut muatan tinggi sampai melebihi tonase dan kondisi miring, nah itu sangat membahayakan. Saat keadaan jalan tidak memungkinkan sudah pasti terguling,” kata AKBP Septa lagi.
Kemudian, sambung dia, dalam segi penindakan ODOL Provinsi, Jawa Timur meraih peringkat pertama dari 8 Provinsi. Harapannya bisa menurun jumlah terhadap ODOL tersebut.
“Rencana kita akan mau mengembangkan langsung sampai ke pemilik karoseri dan pemilik kendaraan, bukan driver (sopir) nya. Ini kita kenakan Pasal 277 sebagaimana memodifikasi merubah bentuk bukan dari standartnya, ini bisa dikenakan ancaman kurungan 2 tahun atau denda sebesar Rp 20 juta,” tegas AKBP Septa.
Pihaknya juga sudah melakukan koordinasi dengan Dishub, Kejaksaan, dan Ahli Pidana. Semuanya itu telah mendukung, tinggal action nya saja.
“Kami berpesan agar memperhatikan kepentingan masyarakat luas. Jangan cuma hanya mementingkan kepentingan diri sendiri. Karena nyawa orang terancam apabila melakukan ODOL (Over Dimension Overload),” tutur AKBP Septa mewanti-wanti. [har/mvz]