NGANJUK, 3detik.com – Bupati Nganjuk Dr. Marhaen Djumadi menyatakan dukungannya terhadap usulan agar aktivis buruh, Marsinah diangkat sebagai Pahlawan Nasional yang mewakili kaum buruh.
Hal ini disampaikan saat pidato peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) malam Marsinah bersama Forkopimda kabupaten Nganjuk sebagai respons atas aspirasi yang disampaikan para pimpinan serikat buruh.
“Dalam pertemuan, para tokoh buruh menyampaikan kepada saya, ‘Pak, kenapa sih tidak ada pahlawan nasional dari kaum buruh?’” kata Kang Marhaen, Kamis 1 Mei 2025.
Bak gayung bersambut ternyata Kepala Negara kemudian meminta para pimpinan buruh untuk bermusyawarah dan mengajukan nama yang layak diusulkan.
“Mereka kemudian menyampaikan, bagaimana kalau Marsinah, Pak? Marsinah jadi Pahlawan Nasional?” lanjut Prabowo. Di lansir kantor berita nasional Antara.
Presiden menegaskan komitmennya untuk mendukung penuh jika seluruh pimpinan buruh sepakat dengan usulan tersebut.
“Asal seluruh pimpinan buruh mewakili kaum buruh, saya akan mendukung Marsinah menjadi Pahlawan Nasional,” katanya menegaskan.
Bupati Nganjuk Kang Marhaen mengulas “Marsinah adalah seorang aktivis buruh yang dikenal gigih memperjuangkan hak-hak pekerja di Indonesia.
Lahir pada 10 April 1969 di Nganjuk, Jawa Timur, ia bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik arloji di Sidoarjo. Marsinah aktif memimpin aksi-aksi untuk menuntut kenaikan upah dan perbaikan kondisi kerja.
Pada awal Mei 1993, ia turut serta dalam mogok kerja bersama rekan-rekannya. Setelah aktif dalam berbagai aksi tersebut, Marsinah ditemukan meninggal dunia pada 8 Mei 1993.
Namanya kini dikenang sebagai simbol keteguhan dan keberanian dalam memperjuangkan keadilan bagi para pekerja, dan setiap Hari Buruh Internasional, semangat perjuangannya terus dihidupkan oleh berbagai kalangan.” ringkas Kang Marhaen.
Direktur Lembaga Kajian Hukum dan Perburuhan Indonesia ( LKHPI) Dr. Wahju Prijo Djatmiko menyampaikan, “Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Marsinah merupakan langkah yang tidak hanya tepat secara historis, namun juga bernilai strategis dalam menegaskan posisi buruh sebagai subjek utama dalam pembangunan nasional. Marsinah adalah simbol keberanian buruh perempuan melawan ketidakadilan struktural di masa transisi demokrasi. Ia menjadi martir perjuangan hak asasi pekerja, dan pengakuan terhadapnya adalah bentuk pemulihan moral negara terhadap sejarah kelam pelanggaran hak buruh.”
Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Marsinah juga memiliki basis normatif yang kuat. Berdasarkan Pasal 26 huruf g Undang-Undang (UU) No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, seseorang dapat diberikan gelar sebagai Pahlawan Nasional apabila melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional. Marsinah memenuhi unsur tersebut melalui perjuangannya membela hak-hak dasar pekerja, termasuk hak atas upah yang layak, kebebasan berserikat, dan kondisi kerja yang manusiawi.
Dengan menjadikan Marsinah sebagai Pahlawan Nasional, negara tidak hanya menghormati pengorbanannya, tetapi juga memberikan pesan kuat bahwa keberpihakan terhadap pekerja bukanlah retorika, melainkan komitmen ideologis dan yuridis dalam membangun keadilan sosial.
Langkah Presiden Prabowo yang membuka ruang bagi konsensus para pimpinan serikat buruh untuk mengusulkan Marsinah sebagai Pahlawan Nasional merupakan pendekatan partisipatif yang progresif. Ini menunjukkan bahwa negara mulai mengakui pentingnya narasi alternatif dalam sejarah nasional—yakni narasi dari kelas pekerja yang selama ini kerap terpinggirkan.
Namun, proses ini harus dijaga dari kooptasi politik semata. Sebab, Marsinah bukan hanya simbol buruh, tetapi juga simbol keberanian melawan represi negara. Oleh karena itu, penganugerahan gelar tersebut harus disertai dengan upaya rekonsiliasi historis dan pembelajaran institusional agar tragedi seperti Marsinah tidak terulang, tandas Dr. Wahju.
Penulis:Muhammad Al Fateh