TRENGGALEk, 3detik.com – Surat pemberitahuan (SP) mengenai iuran Mobil Siaga beredar di Desa Sukowetan, Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek.
SP itu viral di sosial media (sosmed), usai diunggah akun Instagram @txt_jatim pada Kamis (13/3/2025).
Sejumlah netizen menghujani kolom komentar. Mereka menyoroti nilai iuran minimal Rp 50 ribu per Kartu Keluarga (KK).
SP pengadaan Mobil Siaga tertuang dalam surat Nomor 1/PPMS-SKWT/II/2025. SP itu dibuat oleh Panitia Pengadaan Mobil Siaga, ditandatangani mengetahui kepala desa (kades).
Dalam surat itu menyampaikan, inisiatif pengadaan Mobil Siaga berdasar hasil rapat bersama kades, perangkat desa, BPD, Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat.
Namun dalam tataran lapangan, sejumlah warga merasa keberatan dengan nilai iuran minimal Rp 50 ribu per KK, sesuai dalam SP pengadaan Mobil Siaga tersebut.
Warga Desa Sukowetan, inisial N (85) mengaku hidup sebatang kara dengan kondisi ekonomi pas-pasan.
Namun ketika mengetahui ada SP pengadaan Mobil Siaga, dirinya tidak punya pilihan selain membayar iuran, sebab dia khawatir akan dikucilkan oleh warga yang lain.
“Saya menjual dua pohon pisang yang berbuah, karena warga-warga yang lain sudah membayar semua dan saya yang belum sendiri,” tegasnya.
N berinisiatif menjual dua tandan pisang untuk ikut membayar iuran. Dua tandan pisang itu dia jual senilai Rp 60 ribu. Rp Rp 50 ribu untuk membayar iuran, sedangkan sisanya untuk kebutuhan hidup.
“Saya merasa sungkan dengan warga-warga lain yang sudah membayar, bagi warga yang punya sawah atau pekerjaan memang tidak memberatkan. Tapi bagi saya yang tinggal sendirian, tidak punya sawah atau pekerjaan, jelas memberatkan,” keluhnya.
Ia menyatakan sampai saat ini belum diberitahu pasti berapa jumlah uang iuran yang didapat, akan dibelikan mobil seperti apa, lalu bagaimana cara menggunakannya. Dia cukup merasa heran akan hal tersebut.
“Saya masih belum tahu dimana mobil tersebut ditempatkan nanti, dan bagaimana orang tua seperti saya yang tidak pegang Hp menggunakannya,” celetuknya sambil wanti-wanti tak mengungkapkan identitasnya.
Warga lain, inisial P (65), dia mengaku ada yang aneh jika pengadaan mobil siaga itu tak dianggarkan oleh Pemerintah Desa (pemdes) saja.
“Seluruh warga telah membayar, namun tidak sedikit yang merasa resah dan terberatkan. Saya sendiri yang tinggal sendirian tanpa keluarga pun juga merasa keberatan,” ujarnya.
Warga lain T (55) menyatakan ada warga yang membayar lebih dari Rp 50 ribu, ia takut masyarakat lain merasa iri jika dia sendiri tidak mau membayar iuran pengadaan mobil siaga tersebut.
“Anak-anak muda atau kelompok juga tidak ada yang menolak permintaan iuran tersebut, malah saya sempat dengar jika menggunakan mobil siaga masih harus membayar sopirnya,” tandasnya.***