Scroll untuk baca artikel
Trenggalek

Bupati Trenggalek Ajak ASN Bedah Buku Reset Indonesia-1, Dorong Kritik Diri dan Pembangunan Berkeadilan

×

Bupati Trenggalek Ajak ASN Bedah Buku Reset Indonesia-1, Dorong Kritik Diri dan Pembangunan Berkeadilan

Share this article
Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin mengajak ratusan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Trenggalek

TRENGGALEK, 3detik.com – Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin mengajak ratusan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Trenggalek mengikuti kegiatan bedah buku Reset Indonesia-1 di Amphiteater Hutan Kota Trenggalek, Senin (22/12/2025).

Buku Reset Indonesia-1 merupakan karya kolaborasi empat jurnalis lintas generasi, yakni Farid Gaban, Dandhy Laksono, Yusuf Priambodo, dan Benaya Harobu. Buku tersebut mengulas berbagai persoalan struktural bangsa melalui riset lapangan dan ekspedisi jurnalistik selama 15 tahun, dengan fokus pada isu agraria, lingkungan, serta kebijakan publik guna mewujudkan Indonesia yang lebih berkeadilan.

Bupati yang akrab disapa Mas Ipin itu menegaskan, kegiatan bedah buku ini tidak dimaksudkan untuk mengkritisi kebijakan pemerintah pusat. Sebaliknya, forum ini menjadi ruang refleksi bagi pemerintah daerah, khususnya ASN, untuk mengkritisi diri sendiri dan membuka cakrawala berpikir agar mampu berbenah ke arah yang lebih baik.

“Kalau ingin melihat Indonesia yang lebih baik, harus dimulai dari diri kita sendiri. Di Trenggalek, yang paling bertanggung jawab membawa perubahan itu salah satunya adalah pemerintahnya,” tegas Mas Ipin.

Ia mengaku, dari keseluruhan isi buku, gagasan yang paling sejalan dengan visi pembangunan Trenggalek adalah bagaimana membangun ekonomi yang kuat tanpa mengorbankan ekologi. Menurutnya, keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan merupakan fokus utama pembangunan daerahnya.

Mas Ipin juga menekankan pentingnya membangun logika kapital yang berkeadilan. Artinya, pemerintah daerah harus mampu memperkuat kapasitas fiskal dan struktur ekonomi kerakyatan, namun tetap berperilaku ramah lingkungan dan berjiwa keadilan sosial.

“Semua yang kita dapatkan dari negara ini harus dikembalikan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” ujarnya.

Ia mencontohkan upaya pemenuhan keadilan air bersih bagi masyarakat. Pelayanan prima, menurutnya, tidak akan tercapai tanpa neraca keuangan yang sehat. Karena itu, Pemkab Trenggalek terus mencari sumber pendapatan alternatif, salah satunya melalui pengembangan lini Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).

Ke depan, layanan air juga akan diprioritaskan untuk sentra-sentra industri dan kepentingan bisnis. Keuntungan dari sektor tersebut nantinya akan diinvestasikan kembali untuk meningkatkan pelayanan air bersih kepada masyarakat.

Terkait isu lingkungan, Mas Ipin menampik anggapan bahwa Trenggalek menerapkan kebijakan nol penebangan. Ia menjelaskan, penebangan masih dilakukan pada hutan produksi kayu, khususnya sengon, yang sebagian besar berada di hutan rakyat.

Sementara itu, kawasan hutan lindung dan hutan negara dioptimalkan untuk tanaman ekonomis yang tidak perlu ditebang.

“Inilah cara kami menjaga hutan sekaligus tetap memberikan nilai ekonomi,” jelasnya.

Dengan keterbatasan fiskal—yang disebutnya sebagai yang terendah di Jawa Timur—Mas Ipin justru mendorong ASN agar tidak menyerah pada keadaan. Filosofi “kere nanging ora sepele” ia sampaikan sebagai pesan agar keterbatasan tidak mematikan inovasi.

“Kita mungkin fiskalnya kecil, tapi bukan berarti kita tidak punya kekuatan untuk melakukan perubahan,” katanya.

Mas Ipin pun merekomendasikan kegiatan bedah buku semacam ini untuk terus dilakukan. Menurutnya, orang yang tidak maju adalah mereka yang gagal mengkritisi diri sendiri atau melakukan muhasabah.

“Selama kita tidak menggugat pikiran dan mengoreksi perilaku kita sendiri, jalannya tidak akan baik-baik saja. Buku ini penting, terutama bagi para pemegang amanah, agar terus mencari alternatif pembangunan yang adil bagi rakyat dan generasi mendatang,” ujarnya.

Meski demikian, Mas Ipin menegaskan bahwa ia tidak sepenuhnya sepakat dengan seluruh gagasan dalam buku tersebut. Salah satunya terkait pemikiran pemanfaatan air yang sepenuhnya hanya untuk kepentingan masyarakat. Perbedaan pandangan itu, menurutnya, justru memperkaya diskusi dan membuka ruang dialog yang sehat dalam merumuskan kebijakan publik,” ungkapnya.***