SURABAYA, 3detik.com – Realisasi pajak restoran di Kota Surabaya telah mencapai 76,64 persen dari target tahunan yang ditetapkan. Meski capaian terbilang positif, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Surabaya terus berupaya mencapai target 100 persen. Sebab, masih ada wajib pajak (WP) yang bandel dan mengakali peraturan.
Kepala Bidang (Kabid) Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Reklame, Pajak Parkir, Pajak Hiburan, Pajak Penerangan Jalan, dan Pajak Air Tanah, Bapenda Surabaya, Ekkie Noorisma mengatakan target pajak restoran tahun ini sebesar Rp 655 miliar dari total 4,063 objek pajak. Target tersebut meningkat dari tahun lalu yang hanya Rp 641,8 miliar.
“Restoran overall membaik secara realisasi, tren naik. Apalagi banyak event dan menggandeng swasta,” ujar Ekkie Noorisma dalam keterangannya, Rabu (30/10/2024).
Secara terperinci, kata dia, realisasi di kawasan pusat mencapai Rp 110 miliar. Angka itu lebih rendah di bandingkan realisasi pajak resto di kawasan selatan yang mencapai Rp 124 miliar. Ada beberapa wilayah yang sangat potensial seperti, Kecamatan Wonocolo, Wonokromo, Genteng, dan Tegalsari.
Kami optimistis target dapat terpenuhi pada akhir tahun,” tuturnya.
Meski realisasi pajak restoran menunjukkan tren positif, pihaknya masih menghadapi tantangan. Itu masih ada wajib pajak (WP) yang memanipulasi data. Bahkan enggan memberikan data secara transparan. Ia juga menyebut sekitar 20 persen wajib pajak (WP) belum tertib dalam membayar pajak.
“Mereka (wajib pajak) tahu, tapi ada yang sengaja. Itu misalnya, omzet Rp 2 miliar, mereka hanya lapor Rp 200 juta,” ungkap Ekkie.
Terkadang, sambungnya, uang yang seharusnya tercatat sebagai pajak, mereka gunakan untuk biaya operasional. Mulai membuka gerai baru, membayar pegawai, serta menganggap itu omzet usaha. Mengatasi hal tersebut Ekkie gencar melakukan berbagai upaya mencapai target. Misalkan, pemeriksaan pajak, penempelan stiker silang, penyuluhan, dan sosialisasi, maupun pengecekan laporan keuangan. Menurutnya Bapenda Surabaya melalui tim khusus rutin memeriksa kisaran 50 wajib pajak setiap bulan secara luring.
“Petugas melakukan pengawasan di lapangan untuk mengetahui wajib pajak yang bandel. Dengan melihat laporan sesuai dengan rata-rata jumlah konsumen per hari dan harga menu,” katanya.
Terutama bagi wajib pajak yang tidak jujur dalam menyampaikan laporan. Mereka sering kali tidak menyampaikan laporan yang sebenarnya.
Jika ketahuan, Ekkie kembali mengatakan mereka hanya mau membayar pajak pokok tanpa denda. Agar pengawasan kian mudah dan transparan, pihaknya juga sudah memasang alat rekaman transaksi.
“Begitu ada pembelian, langsung terhubung real time dengan server kami. Hal ini bisa meminimalkan manipulasi data,” tandasnya. (nvn)