Scroll untuk baca artikel
Tulungagung

Dua Gelombang Mutasi Bupati Gatut Sunu, Strategi Menata Ulang Mesin Birokrasi Tulungagung

×

Dua Gelombang Mutasi Bupati Gatut Sunu, Strategi Menata Ulang Mesin Birokrasi Tulungagung

Share this article
Adv. Eko Puguh Prasetijo, SH., MH., CPM., CPCLE., CPArb., CPL

TULUNGAGUNG, 3detik.com – Dua gelombang mutasi besar yang dilakukan Bupati Tulungagung Gatut Sunu Wibowo sepanjang tahun 2025 menandai fase penting dalam arah baru tata kelola pemerintahan daerah. Langkah ini tidak berhenti pada rotasi jabatan, melainkan dibaca sebagai upaya serius menata ulang mesin birokrasi agar lebih selaras dengan agenda pembangunan dan tuntutan pelayanan publik.

Pengamat kebijakan publik, Adv. Eko Puguh Prasetijo, SH., MH., CPM., CPCLE., CPArb., CPL., menilai rangkaian mutasi tersebut sebagai bentuk bureaucratic realignment—penyelarasan ulang birokrasi yang dilakukan dalam kerangka hukum administrasi modern. Menurutnya, kebijakan ini menunjukkan keberanian kepala daerah melakukan intervensi struktural yang bersifat transformative governance.

“Yang dilakukan Bupati Gatut Sunu bukan kebijakan tambal sulam. Ini adalah langkah untuk menyinkronkan visi politik dengan struktur birokrasi agar pelaksanaan program di lapangan tidak tersendat,” ujar Eko, Selasa (17/12/2025).

Gelombang Pertama: Mengurai Kelembaman Birokrasi

Mutasi gelombang pertama yang digelar pada Juli 2025 mencakup pergeseran pejabat di 17 Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Dalam perspektif tata kelola publik, langkah ini dipandang sebagai strategi structural re-engineering untuk memecah kebuntuan administratif yang selama ini kerap menghambat laju kebijakan.

Eko menyebut, reposisi pejabat struktural tersebut bertujuan mengikis administrative inertia atau kelembaman birokrasi. “Dengan komposisi baru, Bupati ingin memastikan adanya policy coherence—kesesuaian antara kebijakan yang dirancang di level pimpinan dengan kemampuan eksekusi di tingkat dinas,” jelasnya.

Menurutnya, mutasi tahap awal ini menjadi fondasi penting sebelum pemerintah daerah melangkah ke fase konsolidasi yang lebih strategis.

Gelombang Kedua: Konsolidasi Kendali Pemerintahan

Intensitas penataan birokrasi semakin terasa pada mutasi gelombang kedua yang dilakukan 11 Desember 2025. Perubahan paling krusial adalah pergantian Sekretaris Daerah (Sekda), jabatan kunci yang berfungsi sebagai simpul koordinasi antar-perangkat daerah.

Secara normatif, Eko menegaskan kebijakan tersebut sepenuhnya sah dan berada dalam koridor Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Namun secara empiris, pergantian Sekda yang diikuti pergeseran sejumlah kepala dinas strategis—seperti BPBD, Dinas Kesehatan, dan Dinas Ketahanan Pangan—menunjukkan arah kebijakan yang semakin spesifik.

“Ini bukan kebetulan. Bupati sedang membangun policy-aligned administrative bloc, yakni barisan teknokrasi yang diproyeksikan mampu mengakselerasi program-program prioritas daerah,” tegas Eko.

Tiga Misi di Balik Mutasi

Lebih jauh, Eko memetakan sedikitnya tiga misi utama di balik dua rangkaian mutasi tersebut. Pertama, fungsi korektif untuk memperbaiki kinerja instansi yang sebelumnya dinilai belum optimal. Kedua, fungsi integratif untuk menyatukan langkah antar-OPD agar tidak berjalan sendiri-sendiri. Ketiga, fungsi politis-administratif guna menyelaraskan visi kepala daerah dengan kapasitas legal dan struktural birokrasi.

Dalam konteks pemerintahan daerah, menurut Eko, keberanian melakukan penataan ulang birokrasi sering kali menjadi faktor penentu keberhasilan kebijakan publik. Namun, keberanian tersebut juga menuntut konsistensi dan pengawasan ketat dalam implementasinya.

“Publik Tulungagung kini berada pada fase menunggu pembuktian. Apakah komposisi pejabat baru ini benar-benar mampu mempercepat pembangunan dan meningkatkan kualitas layanan masyarakat, akan terlihat dalam beberapa bulan ke depan, menjelang akhir 2025,” pungkasnya.***