KEBIJAKAN publik itu dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan pemerintah (the actions of government).
Kebijakan publik itu dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan pemerintah (the actions of government).
Thomas R. Dye (1978) “Public policy is whatever governments choose to do or not to do” (Kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan).
Definisi ini termasuk yang ringkas atau tidak kompleks, tetapi banyak mendapat perhatian di kalangan ahli kebijakan untuk ditelaah. Bagi Dye, kebijakan publik itu harus mencakup bukan saja apa yang benar-benar diinginkan pemerintah untuk melakukan sesuatu, tetapi juga apa yang tidak dilakukannya.
Mengapa? Karena menurut Dye, baik yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan mempunyai dampak atau konsekuensi yang sama besarnya terhadap masyarakat.
Kebijakan publik dapat diartikan sebagai “apa saja yang dilakukan oleh pemerintah” (the actions of government). Pengaruh kebijakan publik dalam kehidupan kita sehari-hari, baik yang menyangkut kehidupan ekonomi, sosial, politik, budaya, keamanan, pertahanan, lingkungan hidup, dan sebagainya tidak pernah bisa lepas dari berbagai masalah kebijakan (policy issues) baik yang ringan, sedang, berat ataupun pada aras mikro (kecil ), meso (sedang), dan makro (besar dan luas ).
Konsep nilai (value concept), punya kaitan yang erat dengan kepentingan publik, tetapi juga sekaligus menunjukkan bahwa pada hakikatnya kepentingan publik itu tidak lain adalah hasil atau produk dari proses mendialogkan nilai tersebut secara bersama (shared values).
Robert H. Simmons & Eugene P. Dvorin, 1977, bahwa Nilai adalah sesuatu yang punya harga atau bobot yang biasanya berasal atau bersumber dari kepercayaan (beliefs), aspirasi (aspirations) dan kebutuhan (requirements) untuk bisa bertahan, kesehatan dan kekuatan fisik dan psikologis.
Perbuatan manusia didorong peran nilai sebagai pembatas, dan terartikulasi dalam bentuk kebutuhan, keinginan, tuntutan, atau keharusan. Nilai dapat dimanfaatkan baik secara implisit maupun eksplisit oleh pihak-pihak yang terlibat dalam proses kebijakan.
“all public decisions ar e ‘ multi-valued choices‘ and they involved different ways of seeing the same situation, ways to which different values are attached” (semua keputusan publik merupakan pilihan banyak nilai dan ini mencakup cara yang berbeda dalam melihat situasi yang sama, cara yang terkait dengan nilai-nilai yang berbeda). sebagaimana Sir Geoffrey Vickers (dalam Simmons & Dvorin, 1977 ).
Vickers juga melihat adanya 3 peran pembuat kebijakan pemerintah, yaitu (1) harus mendefinisikan masalah; (2) harus menetapkan program sebagai sarana untuk memecahkan masalah; dan (3) harus mengartikulasikan dan menganalisis nilai-nilai yang saling bertentangan yang muncul pada solusi pemecahan masalah dan menilai hubungannya dengan nilai yang dicari.
Peran yang ketiga ini sangat penting karena terkait dengan upaya mencermati berbagai nilai yang relevan dengan upaya pemecahan masalah. Dengan demikian, nilai adalah elemen atau unsur yang harus ada dan dipakai sebagai kriteria atau standar untuk memberi bobot pada setiap komponen dalam proses kebijakan.
Lebih lanjut Anderson (1979) menyatakan bahwa kebanyakan nilai yang berperan membimbing perilaku pembuat kebijakan dapat disarikan menjadi 5 macam kategori yaitu : (1) Political Values; (2) Organizational Values; (3) Personal Values; (4) Policy Values; dan (5) Ideological Values.
Menurut konsep demokrasi modern, kebijakan publik tidaklah hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat para pejabat yang mewakili rakyat, tetapi opini publik pun juga mempunyai porsi yang sama besarnya tercermin dalam kebijakan publik (Islamy, 2007 ). Oleh karenanya, maka setiap kebijakan publik harus senantiasa berorientasi pada kepentingan publik.
“Quates” Kebijakan Publik: Prof.Dr.Muh.Islamy, MPA.